Padang, Faceminang.com - Puluhan personel gabungan terdiri dari Dinas Perhubungan, Pol PP, TNI, polisi menertibkan pedagang kaki lima (PKL) di bundaran air mancur dan Jalan Pasar Raya, kemarin.
Penertiban dilakukan karena telah menghalangi akses kendaraan dan pejalan kaki. Pedagang hanya boleh berjualan sampai garis putih yang diberikan pemerintah.
Penertiban dimulai pukul 09.00 hingga 12.00 itu, dipimpin Wakil Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah. Deretan PKL di sepanjang Jalan Pasar Raya dan bundaran air mancur tak luput dari penertiban. Sebanyak 80 lapak, gerobak dan tenda pedagang disita petugas.
Meski berjalan lancar, namun sempat membuat sejumlah PKL emosi . Pasalnya, selama ini mereka telah membayar uang beo alias retribusi pada Dinas Pasar Rp 5.000 sehari.
Sampai pukul 14.00, PKL telah mengosongkan bundaran air mancur dari tempat berjualan.
Hanya ada dua gerobak PKL masih berdiri di bundaran.
Alhasil, mobilitas kendaraan dan pejalan kaki makin lancar. PKL yang sebelumnya memakan badan jalan, kini hanya menggelar barang dagangan di pinggir jalan. Cuma saja, di depan Koppas Plasa, areal parkir kendaraan roda dua justru melebihi garis putih tersebut. Bahkan, kendaraan roda dua dibuat empat lapis.
Neneng, 43, salah seorang PKL yang emosi dengan penertiban itu. Sebab, selama ini telah membayar uang beo ke Dinas Pasar untuk memakai fasilitas umum itu.
“Kami selalu membayar uang beo Rp 5.000 per hari. Tapi anehnya, kok gerobak kami tetap dibongkar. Kalau kami tidak diperbolehkan untuk berdagang di badan jalan atau lokasi parkir, lantas kenapa kami masih diminta beo. Artinya, tempat kami berdagang bisa dianggap sah. Kalau tidak, berarti selama ini hanya pungutan liar,” ujar wanita yang biasa disapa Mami itu
Husnaini, 36, pedagang lainnya, menilai aksi penertiban masih tebang pilih. “Seharusnya penertiban dilakukan merata. Kenapa kok tempat kami saja, tempat lain seperti di depan Matahari Dept Store lama tidak ditertibkan,” ujarnya dengan nada tinggi.
Husnaini mengaku penertiban tersebut tanpa memberikan surat peringatan sebelumnya. “Sebelumnya kami tidak pernah mendapatkan peringatan,” ujarnya.
Evaluasi Uang Retribusi
Menanggapi itu, Wawako Mahyeldi meminta Kepala Dinas Pasar melakukan pendataan ulang PKL yang menggunakan trotoar untuk berdagang. Kemudian, menertibkan pemungutan uang beo bagi PKL tersebut.
“Beo yang dipungut Dinas Pasar kepada PKL Rp 2.000–Rp 5.000 per hari harus dievaluasi. Jangan sampai menyalahi aturan berlaku,” tambah Mahyeldi.
Mahyeldi mengatakan, penertiban ini pelaksanaan Perwako tentang Ketertiban Umum, tertanggal 31 Desember 2009 dengan tujuan agar terbangun toleransi antara PKL dan pengguna jalan.
Perwako itu menyebutkan, lebar jalan bagi pengguna jalan di Pasar Raya Barat adalah 8 meter. Setelah pukul 17.30, baru bisa digunakan PKL. “Jika petang, silakan berjualan. Saya minta PKL juga patuhi batas waktu dan batas jalan yang boleh dimanfaatkan untuk berjualan,” ujarnya.
Mahyeldi menginstruksikan Dinas Pasar terus menyosialisasikan Perwako tersebut kepada PKL. Bila masyarakat nyaman, tentu transaksi meningkat. Wawako juga meminta perparkiran ditata agar semuanya nyaman belanja di Pasar Raya. “Saya minta Dinas Pasar dan Dinas Perhubungan berkoordinasi menegakkan Perwako itu,” pinta Mahyeldi.
Kepala Kantor Pol PP Yadrison mengatakan, pihaknya telah mengingatkan berkali-kali pedagang. “Kami harus bertindak tegas, mereka sudah kita larang berjualan di sana. Tapi tetap masih berjualan di sana, saat ini kita sita saja gerobaknya,” ujar Yadrison.
Meski begitu, razia Pol PP hanya dianggap angin lalu oleh para pedagang. Usai razia, meraka kembali berdagang di badan jalan.
Kepala Dinas Pasar Asnel mempersilakan PKL berjualan tapi ikuti aturan. “Jangan terlalu maju berjualan karena ini akan menghalangi hak pejalan kaki dan pengguna kendaraan,” ucapnya.
Razia Stiker Angkot
Di waktu bersamaan, Dinas Perhubungan juga menggelar razia stiker angkot. Puluhan angkot berbagai trayek dipaksa membuka stikernya guna mengantisipasi tindak kriminal di atas angkot.
Kepala Dinas Perhubungan Padang, Firdaus Ilyas mengatakan, operasi kali ini dilakukan guna mengimbangi dan mematuhi Perwako. Anggota Komisi II DPRD, Roni Candra menilai pungutan uang beo yang dikenakan pada pedagang, pungutan liar.
Tarif retribusi yang dikenakan ke pedagang per meter per segi hanya dikenakan Rp 1.000. Jika pedagang hanya menggunakan luas 1, 5 meter, maka retribusi yang dikenakan ke pedagang hanya Rp 1. 500.
“Kalau nilainya lebih tinggi dari tarif retribusi, tentu ini patut kami pertanyakan. Ke mana uang itu mengalirnya. Harusnya penegak hukum harus bisa memproses kasus ini. Kan sudah termasuk ranah korupsi. Namun, tentu harus ditelisik dulu, siapa yang melakukan pungutan melebihi tarif retribusi yang ada,” ujarnya.
Roni menuturkan pungutan Rp 5 ribu sampai Rp 6 ribu yang dipungut pemerintah tidak memiliki dasar hukum yang jelas. “Apa dasarnya Pemko melakukan pungutan dengan nominal itu,” tanya politisi Demokrat ini.
sumber : padang ekspres