Faceminang.com
pencarian di faceminang.com
Portal berita online terkini dari Padang, Sumatera Barat. -
Tour de Singkarak 2013

Top Stories

Senin, 28 November 2011

Muslim: Polantas itu Menendang dan Memukulinya Hingga Berdarah

Berita: Sumatera Barat
Kesaksian Muslim: Sanggara Ditendang dan Dipukuli Hingga Berdarah

Sawahlunto, Faceminang.com - Masyarakat mulai membeberkan sejumlah fakta terkait penyerangan dan pembakaran kantor Satlantas Polres Sawahlunto, Kamis (24/11) malam. Tindakan anarkis itu, diakui spontan dilakukan warga yang kecewa dengan cara polisi menyelesaikan masalah dengan kekerasan.

Pemukulan yang dilakukan oknum polisi lalu lintas (polantas) berinisial AM, 24, terhadap Sanggara Ekasa Saputra, siswa kelas III SMKN 2 Sawahlunto pada Rabu (23/11) di Jalan Khatib Sulaiman, Kecamatan Barangin, tepatnya di depan bengkel milik Muslim, 63, dinilai hanya sebagai pemicu.

"Saya saksi mata melihat Sanggara ditendang AM, hingga terjatuh dari motor. AM juga memukul pelipis kanan Sanggara hingga berdarah," ujar Muslim kepada Padang Ekspres, kemarin. Pemukulan itu, kata Muslim, terjadi sekitar pukul 07.30.

"Saya bukan famili atau siapa-siapa dari Sanggara. Namun, karena kejadiannya di depan pekarangan bengkel saya, bahkan di hadapan khalayak umum pula, saya jadi terbawa emosi dan langsung mengusir oknum polisi tersebut. Saya siap jika dijadikan saksi, bila diminta polisi," ungkap Muslim.

Setelah dipukuli, kata Muslim, Sanggara dibawa ke Satlantas Polresta Sawahlunto. Menurut Zul, mamak Sanggara, kemenakannya itu hendak mengikuti try out Ujian Nasional di sekolah. Tapi apes, Zul tak luput kena bogem mentah oknum polisi di pelipis ketika hendak menyelesaikan masalah itu ke kantor Satlantas.

”Saya sekarang sering mual-mual dan sakit kepala,” ujar Zul didampingi Mas, 33, famili Sanggara kepada Padang Ekspres di Desa Tiga Tumpuk, Kecamatan Talawi, kemarin.

Zul pun mengklarifikasi berbagai pemberitaan media yang menyebutkan, Sanggara tidak memakai helm. Saat itu, ceritanya, Sanggara membonceng teman satu sekolahnya bernama Ape, ke SMKN 2 dari arah jalan Kolok.

Di tengah perjalanan, ada teman satu sekolah yang ban motornya bocor. Karena solidaritas dan hendak mengikuti ujian hari itu, akhirnya berboncengan tiga. Namun sampai di simpang Dinas Pekerjaan Umum Sawahlunto, temannya itu diturunkan lagi, dan berdua mereka melanjutkan perjalanan ke sekolah. ”Ketiga siswa tersebut punya helm. Yang tidak punya hanya SIM,” ujar Zul.

Sesampai di depan bengkel Muslim, Sanggara diberhentikan AM. Kemudian terjadi perang mulut antara AM dengan Sanggara, akhirnya AM pergi. ”Namun, kemudian AM datang lagi dan terjadilah pemukulan Sanggara oleh AM di depan bengkel Pak Muslim ini,” bebernya.

Menurut Zul, pada hari Rabu (23/11) itu, persoalannya sudah selesai. Bahkan sudah dibuatkan pula surat perdamaian di atas materai Rp 6.000 yang ditandatangani AM sebagai pihak pertama dan Defrizal, 42, orangtua Sanggara sebagai pihak kedua, serta Zulhendri sebagai saksinya.

Isi perjanjiannya, kecelakaan lalu lintas tersebut diselesaikan secara kekeluargaan dengan pernyataan 4 poin, yaitu poin pertama berisi bahwa pelanggaran lalu lintas tersebut bukan disengaja, melainkan kehendak Allah SWT. Lalu, AM menanggung biaya berobat Sanggara Rp 100 ribu dibayar tunai, dan atas kesepakatan itu kedua pihak tidak akan menuntut secara hukum di kemudian hari.

Pihak pertama dan pihak kedua pun berjanji apabila melanggar surat pernyataan tersebut, bersedia dituntut secara hukum. Namun, setelah perdamaian ditandatangani, dan ketika akan menyelesaikan administrasi kendaraan di kantor Satlantas, Mas, 33, famili Sanggara dan Zul masih diberlakukan tindakan kekerasan oleh oknum polisi.

Mamak Sanggara lainnya, Guspridi juga protes dengan pernyataan yang menyebutkan kemenakannya berboncengan tiga dan tidak memakai helm saat kejadian. ”Mereka semuanya punya helm dan tidak berbonceng tiga. Saya mau jadi saksi pada peristiwa ini, bila diminta polisi,” ujar Guspriadi kemarin.

Kepala Desa Tigo Tumpuk, Talawi, Nengsih Weri mengungkapkan, warga desanya yang mendatangi kantor Mapolresta dan Satlantas Polresta Sawahlunto pada Kamis (24/11) itu untuk melihat dan meminta solusi terbaik dari peristiwa kecelakaan lalu lintas.

Warga ketika itu datang ke Mapolresta yang berjarak sekitar 100 meter dari Kantor Satlantas sekitar pukul 20.30 WIB sebanyak 50 kendaraan roda dua atau bila berbonceng sebanyak 100 orang. ”Namun, sesampainya di Mapolresta massa sudah ribuan banyaknya,” kata Nengsih.

Massa itu, kata Nengsih, ada yang datang dari Muarokelaban, Kecamatan Barangin dan daerah lainnya di Sawahlunto. ”Warga yang datang itu spontanitas dan bukan kami yang menganjurkannya,” ujar Nengsih Weri, kemarin. Namun, aksi pembakaran dan pengrusakan yang terjadi, kata Nengsih Weri, bukan dilakukan warganya, melainkan telah diboncengi pihak lain atau provokator. ”Sehingga, warga Desa Tigotumpuk lah yang menyandang lamang angek atau dijadikan pemicu keonaran. Jadi, kami minta polisi mencari dalang sebenarnya,” tambah Nengsih.

Camat Talawi Dedi Ardona juga menyesalkan terjadinya pembakaran dan pengrusakan kantor Satlantas. Kedatangan warga Desa Tigotumpuk ke Mapolresta awalnya hanya untuk mencari solusi terbaik dan bukan berbuat anarkis. ”Ada yang memboncengi aksi anarkis itu, sehingga warga Desa Tigotumpuk yang dikambinghitamkan. Kami juga minta diklarifikasi kejadian yang sebenarnya, pihak yang bersalah harus diproses secara hukum,” pinta Dedi Ardona.

Dikemukakan Dedi Ardona, mediasi terkait pembakaran kantor Satlantas tersebut akan dibahas muspida pada Senin (28/11) ini di kantor Balai Kota. Pantauan Padang Ekspres, pengamanan dan siaga penuh 24 jam masih tetap diberlakukan Polda Sumbar di Kantor Mapolresta Sawahlunto. Sekitar 400 anggota polisi dari berbagai daerah masih berjaga-jaga.

Jajaran Satlantas sejak Jumat berkantor di Mapolresta Sawahlunto. Bangunannya 90 persen hangus terbakar. Akibat kejadian itu, Polresta Sawahlunto mengalami kerugian sekitar Rp 4 miliar. Seluruh dokumen hangus. Selain itu, 16 motor rusak berat dan dua motor jenis Yamaha Mio dan Suzuki Smash hilang, termasuk satu unit komputer yang raib, serta mesin simulator untuk membuat SIM hangus terbakar.

Briptu AM Tersangka
Sementara itu, penyidik Propam Polda Sumbar, kemarin (27/11), telah menetapkan anggota Satlantas Polresta Sawahlunto berinisial AM sebagai tersangka. Pria berpangkat Briptu itu, hingga kini masih diproses intensif oleh penyidik Propam Polda Sumbar.

”Selain A, penyidik juga memproses dua petugas Satlantas berinisial C dan F, karena keduanya diduga ikut terlibat melakukan penganiayaan terhadap pelajar SMKN 2 Sawahlunto itu,” kata Kabid Humas Polda Sumbar AKBP Kawedar kepada wartawan, kemarin (27/11).

Saat ini, kata Kawedar, anggota Brimob dan Sabara Polda masih ditugaskan di Sawahlunto untuk mengendalikan situasi. ”Polda belum menarik petugas Sabara dan Brimob, karena mereka masih dibutuhkan di sana,” ujarnya.

Polda Sumbar, lanjut Kawedar, masih mengumpulkan barang bukti dan saksi-saksi kerusuhan Kamis (25/11). Belum satu pun warga sipil yang dijadikan tersangka pengrusakan, pembakaran dan penjarahan kantor Satlantas Polresta Sawahlunto. ”Tindakan itu jelas melawan hukum dan tidak bisa dibiarkan begitu saja,” tegasnya.

Kurangnya Kontrol Sosial
Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Kuswardani Susari Putri MSi mengatakan, munculnya tindakan anarkis di tengah masyarakat, membuktikan kurangnya fungsi kontrol dalam masyarakat itu sendiri seperti peran dari ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai serta aparat penegak hukum. Jika dibiarkan bisa menimbulkan ketakutan, dan juga terarah pada suatu kebiasaan yang sulit dihilangkan. ”Kekhawatiran kita, malah tidak mendapatkan situasi yang aman dan kondusif,” ujar psikolog ini.

Kepala Istalasi Kesehatan Jiwa Masyarakat RSJ Prof HB Saanin Padang itu mengingatkan masyarakat jangan mudah diprovokasi jika menghadapi sebuah permasalahan. Sedapat mungkin, selesaikan dengan baik. ”Jika masyarakat telah berlawanan dengan polisi, berarti siapa lagi yang akan dijadikan tempat perlindungan hukum bagi masyarakat. Sebaliknya, jika polisi menganggap masyarakat sebagai musuh, siapa lagi yang harus dilindunginya,” tukasnya.

Psikolog Yuni Ushi Johan menilai, tindakan anarkis masyarakat merupakan salah satu bentuk kurangnya kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum. Ketika masyarakat tak lagi takut melawan polisi, ini sebuah ”teguran” bagi kedua belah pihak bukti kurangnya kontrol sosial.

”Normalnya, sebagai rakyat, mereka tak mungkin bisa dan berani bertindak sejauh itu tanpa ada sebab yang melukai hati mereka. Begitupun sebaliknya, jika dianggap ada oknum polisi melakukan tindakan kekerasan, tentu juga karena ada sebab dia bersikap seperti itu,” ujar Yuni.

Publik menaruh harapan besar agar polisi bisa bertindak sesuai tugasnya, sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. ”Siapa pun rakyat negeri ini, pasti merindukan polisi seperti itu,” kata Yuni. padang ekspres