Padang, Faceminang.com - SMKN 4 Padang Demo Besar-besaran. Setelah gala demo pada Senin (10/10), akhirnya pelajar SMKN 4 demo juga. Tidak hanya persoalan batik yang dijadikan tuntutan, tetapi juga penggunaan uang pungutan dan guru berkata kasar. Tapi, pihak sekolah membantah semua tuduhan itu.
Sebanyak 829 siswa SMKN 4 Padang menggelar mogok belajar dan demo di pekarangan sekolah. Dalam orasinya, siswa kecewa dengan pihak sekolah yang tidak transparan mengelola keuangan sekolah. Dari 10 butir pernyataan sikapnya, di antaranya menuding sekolah terindikasi korupsi dalam pembelian baju seragam batik seluruh siswa.
Annisa, seorang siswa, menjelaskan, pada awal tahun ajaran ini, sekolah dan siswa sepakat mengadakan baju seragam batik. Tapi ketika seragam batik diserahkan, siswa kecewa karena kualitas kain dinilai tidak sepadan dengan harga yang dibayar siswa Rp 80.000. Selain baju batik, siswa kelas X juga kecewa dengan kualitas dasar baju olahraga yang juga jelek seharga, Rp 85.000.
Bahan dasar kedua seragam tersebut tipis, tidak ada yang berukuran besar untuk siswi. “Kami malu menggunakan seragam kami. Kami merasa tertipu,” ujar Annisa dalam orasinya yang disambut tepuk tangan seluruh siswa.
Persoalan seragam yang tipis ini sebenarnya hanya pemicu saja. Pada saat demo terungkap bahwa penggunaan uang sekolah yang dibayar setiap bulan sebesar Rp 125 ribu untuk kelas X dan XI dan Rp 115 ribu untuk kelas XII, tidak jelas penggunaannya. Indikasi itu, kata siswa, belum ada pembangunan atau pengadaan alat penunjang belajar di sekolah.
Tiara, siswa lainnya, mengungkapkan, selama bersekolah dua tahun tidak ada penambahan alat belajar atau alat praktik. Padahal, setiap bulan sekolah memungut uang bulanan pada siswa. “Kami hanya menggunakan alat yang lama, dan itu pun tidak memadai dengan jumlah siswa. Seperti, alat kes register cuma satu, jumlah siswa ratusan,” bebernya. Siswa juga kecewa dengan sikap seorang guru yang dinilai kasar.
Sudah Standar
Menanggapi itu, Wakil Kepala Sekolah Bidang Manajemen Mutu, Indriyedy Bakri menjelaskan, kualitas baju batik sudah sesuai standar. Yakni, tidak tipis dan tidak panas. “Jika ingin yang bagus, tentunya tidak cukup dengan harga tersebut (Rp 80 ribu),” ujarnya.
Humas SMKN 4 Padang, Rohardi Rusdam menambahkan, dalam pengadaan seragam batik oleh koperasi sekolah adalah atas persetujuan perwakilan siswa. “Kita sudah jelaskan, tapi siswa tetap tidak paham kalau baju ini sudah sesuai standar,” imbuhnya.
Kepala Dinas Pendidikan Padang, Dian Wijaya yang datang bersama Kepala Bidang Pendidikan Menengah, Jufril Siry dan Koordinator Pengawas Sekolah, Muslim B, mencoba menenangkan luapan emosi pelajar dengan mengajak 20 siswa berdialog dan menyampaikan keluhan secara tertulis.
Setelah berdialog, Dian menilai ada komunikasi yang tersendat antara siswa dan sekolah. Pria yang baru menjabat kepala dinas itu, belum bisa menyimpulkan siapa yang salah. Tapi, Dian berjanji mengusut tuntas dan menanggapi aspirasi siswa.
Menanggapi dua kasus demo sekolah dalam waktu berdekatan, Dian menilai ada yang salah di lingkungan pendidikan Padang. Untuk itu, dia berjanji meningkatkan kinerja pengawas sekolah yang saat ini berjumlah 40 0rang. Pengawas sekolah harus intensif memantau seluruh sekolah setiap hari agar cepat terdeteksi dan ditangani.
“Siswa bisa melaporkan permasalahan sekolahnya pada pengawas tanpa harus takut diintimidasi. Disdik janji menindak guru atau kepala sekolah yang melakukan kesalahan,” ancamnya.
Sampai secara Resmi
Secara terpisah, pengamat pendidikan dari UNP, Mukhaiyar menyebutkan, tren demo di kalangan pelajar merupakan tindakan keliru. Tidak sesuai budaya Minang, musyawarah untuk mufakat dalam memecahkan musyawarah.
“Sampaikan aspirasi dengan membuat surat resmi dari perwakilan siswa, contohnya OSIS. Atau dengan cara diskusi. OSIS mengundang guru dan kepala sekolah hadir dalam diskusi membahas masalah yang terjadi. Guru itu orangtua. Masa kita teriaki orangtua. Meskipun guru itu salah, kan bisa disampaikan dengan cara yang lebih terdidik,” sarannya.
Direktur Pascasarjana UNP ini menjamin guru atau kepala sekolah tidak mungkin mengintimidasi perwakilan siswa yang menyampaikan aspirasinya. “Tapi kalau diintimidasi juga, kadukan ke pengawas sekolah atau dinas pendidikan dengan surat resmi atau bertemu langsung,” jelasnya.
Mukhaiyar berharap kebebasan menyampaikan aspirasi jangan kebablasan. Budaya dan etika harus dijaga oleh siswa. “Sedangkan untuk guru atau kepala sekolah yang memang berbuat salah, beri sanksi tegas,” katanya. padang ekspres
Sebanyak 829 siswa SMKN 4 Padang menggelar mogok belajar dan demo di pekarangan sekolah. Dalam orasinya, siswa kecewa dengan pihak sekolah yang tidak transparan mengelola keuangan sekolah. Dari 10 butir pernyataan sikapnya, di antaranya menuding sekolah terindikasi korupsi dalam pembelian baju seragam batik seluruh siswa.
Annisa, seorang siswa, menjelaskan, pada awal tahun ajaran ini, sekolah dan siswa sepakat mengadakan baju seragam batik. Tapi ketika seragam batik diserahkan, siswa kecewa karena kualitas kain dinilai tidak sepadan dengan harga yang dibayar siswa Rp 80.000. Selain baju batik, siswa kelas X juga kecewa dengan kualitas dasar baju olahraga yang juga jelek seharga, Rp 85.000.
Bahan dasar kedua seragam tersebut tipis, tidak ada yang berukuran besar untuk siswi. “Kami malu menggunakan seragam kami. Kami merasa tertipu,” ujar Annisa dalam orasinya yang disambut tepuk tangan seluruh siswa.
Persoalan seragam yang tipis ini sebenarnya hanya pemicu saja. Pada saat demo terungkap bahwa penggunaan uang sekolah yang dibayar setiap bulan sebesar Rp 125 ribu untuk kelas X dan XI dan Rp 115 ribu untuk kelas XII, tidak jelas penggunaannya. Indikasi itu, kata siswa, belum ada pembangunan atau pengadaan alat penunjang belajar di sekolah.
Tiara, siswa lainnya, mengungkapkan, selama bersekolah dua tahun tidak ada penambahan alat belajar atau alat praktik. Padahal, setiap bulan sekolah memungut uang bulanan pada siswa. “Kami hanya menggunakan alat yang lama, dan itu pun tidak memadai dengan jumlah siswa. Seperti, alat kes register cuma satu, jumlah siswa ratusan,” bebernya. Siswa juga kecewa dengan sikap seorang guru yang dinilai kasar.
Sudah Standar
Menanggapi itu, Wakil Kepala Sekolah Bidang Manajemen Mutu, Indriyedy Bakri menjelaskan, kualitas baju batik sudah sesuai standar. Yakni, tidak tipis dan tidak panas. “Jika ingin yang bagus, tentunya tidak cukup dengan harga tersebut (Rp 80 ribu),” ujarnya.
Humas SMKN 4 Padang, Rohardi Rusdam menambahkan, dalam pengadaan seragam batik oleh koperasi sekolah adalah atas persetujuan perwakilan siswa. “Kita sudah jelaskan, tapi siswa tetap tidak paham kalau baju ini sudah sesuai standar,” imbuhnya.
Kepala Dinas Pendidikan Padang, Dian Wijaya yang datang bersama Kepala Bidang Pendidikan Menengah, Jufril Siry dan Koordinator Pengawas Sekolah, Muslim B, mencoba menenangkan luapan emosi pelajar dengan mengajak 20 siswa berdialog dan menyampaikan keluhan secara tertulis.
Setelah berdialog, Dian menilai ada komunikasi yang tersendat antara siswa dan sekolah. Pria yang baru menjabat kepala dinas itu, belum bisa menyimpulkan siapa yang salah. Tapi, Dian berjanji mengusut tuntas dan menanggapi aspirasi siswa.
Menanggapi dua kasus demo sekolah dalam waktu berdekatan, Dian menilai ada yang salah di lingkungan pendidikan Padang. Untuk itu, dia berjanji meningkatkan kinerja pengawas sekolah yang saat ini berjumlah 40 0rang. Pengawas sekolah harus intensif memantau seluruh sekolah setiap hari agar cepat terdeteksi dan ditangani.
“Siswa bisa melaporkan permasalahan sekolahnya pada pengawas tanpa harus takut diintimidasi. Disdik janji menindak guru atau kepala sekolah yang melakukan kesalahan,” ancamnya.
Sampai secara Resmi
Secara terpisah, pengamat pendidikan dari UNP, Mukhaiyar menyebutkan, tren demo di kalangan pelajar merupakan tindakan keliru. Tidak sesuai budaya Minang, musyawarah untuk mufakat dalam memecahkan musyawarah.
“Sampaikan aspirasi dengan membuat surat resmi dari perwakilan siswa, contohnya OSIS. Atau dengan cara diskusi. OSIS mengundang guru dan kepala sekolah hadir dalam diskusi membahas masalah yang terjadi. Guru itu orangtua. Masa kita teriaki orangtua. Meskipun guru itu salah, kan bisa disampaikan dengan cara yang lebih terdidik,” sarannya.
Direktur Pascasarjana UNP ini menjamin guru atau kepala sekolah tidak mungkin mengintimidasi perwakilan siswa yang menyampaikan aspirasinya. “Tapi kalau diintimidasi juga, kadukan ke pengawas sekolah atau dinas pendidikan dengan surat resmi atau bertemu langsung,” jelasnya.
Mukhaiyar berharap kebebasan menyampaikan aspirasi jangan kebablasan. Budaya dan etika harus dijaga oleh siswa. “Sedangkan untuk guru atau kepala sekolah yang memang berbuat salah, beri sanksi tegas,” katanya. padang ekspres