Padang, Faceminang.com - Kios Darurat Dibongkar Paksa. Sengkarut persoalan Pasar Raya terus saja terjadi. Pemko dianggap bersilantas angan dengan membongkar kios darurat. Sementara Pemko bersikukuh, kebijakan yang mereka keluarkan telah sesuai aturan.
Kemarin, pembongkaran terus dilakukan. Karenanya, ratusan pedagang Pasar Inpres I kembali mendatangi DPRD Padang. Mereka mempertanyakan dasar pembongkaran kios darurat yang telah dilakukan Pemko.
Pedagang juga mempertanyakan legalitas hibah yang diberikan Pemko kepada Ketua Ikatan Pedagang Kecil Kaki Lima (IPKKL) Elina Yanti. Surat hibah bernomor 01/ BAH/ DPKA/2011 dikeluarkan 24 Juni 2011 itu, ditandatangani Wakil Wali Kota Mahyeldi Ansharullah. Pedagang merasa surat pembongkaran itu menzalimi mereka.
“Kami tak terima kios darurat yang kami tempati dibongkar begitu saja. Sudahlah tak pernah dibicarakan, pembongkaran dilakukan malam hari. Siapa yang bertanggung jawab terhadap aset kami di dalam kios darurat tersebut?” ucap Eligani, seorang pedagang, kepada Padang Ekspres, kemarin (30/6).
Padahal, kesepakatan Pemko dan pedagang Pasar Inpres I telah ada. Pedagang bersedia pindah setelah Pemko menyediakan kios untuk pedagang di lantai I Pasar Inpres I. Sebelum direalisasikan, Pemko telah memerintahkan istri oknum Dinas Pasar melakukan pembongkaran kios darurat. “Pemko mengingkari kesepakatan yang telah dibuat. Kami berdagang bukan untuk mencari kaya, tapi untuk menafkahi keluarga,” tukasnya.
Ketua Persatuan Pedagang Kios Darurat (PPKD) Zaidal juga menyayangkan sikap sepihak Pemko. Padahal, kebijakan pemerintah membongkar kios darurat berimbas langsung terhadap pedagang kios darurat. “Yang tidak saya mengerti, kenapa hibah pembongkaran bangunan Inpres diberikan pada IPKKL. Kami yang PPKD ini, dianggap apa?” ujarnya heran.
Dia juga mempertanyakan penempatan pedagang yang akan dilakukan Pemko. Soalnya, bangunan kios darurat di depan Matahari Store, Balai Kota dan depan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Imam Bonjol sudah ada pemiliknya. Pemko hanya fokus untuk pedagang Pasar Inpres I.
Sementara yang menempati bangunan kios darurat di Jalan Pasar Raya dan Pasarbaru tidak hanya pedagang Inpres I, namun juga Inpres II dan III. “Bagaimana dengan pedagang Inpres II, III dan IV yang berjualan di kios darurat? Sudahkah Pemko memikirkan nasib mereka? Coba, m
au ditempatkan di mana pedagang itu? Sementara, saat ini praktik jual beli dan sewa kios darurat telah dilakukan oknum Dinas Pasar,” keluhnya.
Ketua Komisi II DPRD Padang Surya Jufri Bitel baru mengetahui surat hibah yang diberikan Pemko ke ketua IPPKL. “Kami baru tahu dan baca suratnya. Ini akan kami bahas dulu diinternal Komisi II. Kami memang mengharapkan persoalan Pasar Raya dapat segera diselesaikan, tapi tidak dengan cara seperti ini,” tegasnya.
Pengamat Hukum Administrasi Negara Yuslim menuturkan dalam aturan hukum hibah adalah pengalihan barang milik daerah kepada pemerintah pusat, atau antar pemerintah daerah, atau kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian. Untuk pemindahan aset daerah tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan DPRD dan dihadapan notaris. Sepanjang hal itu, tidak terjadi pemberian hibah yang diberikan tidak dapat disebut sebagai hibah.
“Pemberian hibah dapat saja diberikan oleh pemerintah pada pihak lain namun dengan catatan persyaratan yang tadi dipenuhi oleh pemerintah. Tak bisa pemerintah memberikan hibah begitu saja pada pihak lain tanpa mengikuti aturan yang ada. Kalau dengan pemberian hibah yang diberikan pemerintah kepada IPPKL menurut saya tidak memenuhi ketentuan hibat menurut aturan hukum yang ada,” ucapnya.
Bantah Melanggar
Kepala Dinas Pasar Asnel tak menampik adanya surat hibah tersebut. Menurutnya, surat hibah yang diberikan Pemko tersebut sudah sesuai aturan. Keputusan pembongkaran kios darurat diambil Pemko setelah adanya rekomendasi dari Tim Penyelesaian Masalah dan Percepatan Pembangunan Pasar. Kala itu, katanya, ada tiga opsi; dibongkar, dihibahkan atau dilelang. Dari tiga alternatif tersebut, skenario hibah yang memiliki risiko dan biaya relatif murah.
“Harus diakui, pedagang yang menempati kios darurat saat ini bukan lagi orang yang berhak. Sebab, banyak bangunan kios darurat itu tidak ditempati lagi pedagang yang memiliki legalitas yang sah. Bangunan kios darurat itu banyak disewakan ke pihak ketiga. Tentu kami tak bisa mengakomodir mereka terus. Sementara bangunan Inpres I akan segera difungsikan. Tentu saja pembongkaran kios harus segera dilakukan untuk mempermudah akses masuk,” ujarnya.
Selain alasan untuk memudahkan akses masuk saat pengoperasian Inpres I, alasan lainnya pembongkaran kios darurat adalah untuk memudahkan akses pembongkaran bangunan Inpres II, III dan IV yang telah dinilai tak layak oleh tim forensik. Atas dasar itu juga pemko mempercepat proses pembangunan kembali bangunan Inpres II, III dan IV.
“Kalau kita tak cepat, dana sebesar Rp 64,5 miliar itu akan kembali ke pusat. Makanya, kami harus mempercepat proses pembangunan kembali Pasar Inpres. Kami sadar keputusan yang kami lakukan tidak akan dapat mengakomodir semua pihak. Kami telah lakukan sosialisasi dengan pedagang berulangkali dan tim pun telah melakukannya. Kami sudah lewati proses yang ada sebelum mengambil kebijakan ini,” katanya.
Asnel menyebutkan, dari 1.100 kios yang telah dibangun, sebanyak 899 kios yang dibongkar. Dari proses pembongkaran kios darurat yang dilakukan IPPKL, Pemko tidak mendapatkan uang sepeser pun dari barang-barang yang telah dibongkar tersebut. Hasil dari pembongkaran kios darurat sepenuhnya milik IPPKL. “Bangunan kios darurat yang dibangun dengan nilai Rp2,3 miliar lalu sudah tak ada nilainya. Makanya kami hibahkan aset itu pada IPPKL,” tuturnya.
Soal, siapa yang bertanggung jawab terhadap keamanan aset pedagang dengan pembongkaran kios darurat, Asnel hanya menjawab pembongkaran kios darurat harus dilakukan karena prinsipnya pembangunan kios darurat hanya penampungan sementara. “Kios darurat harus di bongkar karena itu kan jalan umum dan harus dikembalikan lagi sesuai fungsinya,” sebutnya.
“Sandera” Asnel
Dalam pertemuan pedagang, DPRD dan Pemko, pedagang sempat naik pitam dengan pernyataan Kadis Pasar Asnel. Pedagang menilai, Asnel telah menzalimi mereka. Usai rapat dengan DPRD, pedagang “menyandera” Asnel.
Tak hanya itu, pedagang juga menggiring Asnel ke Pasar Raya untuk menyaksikan pembongkaran kios darurat yang telah dilakukan oleh IPPKL. Asnel tak bisa berbuat banyak dengan reaksi pedagang yang menolak rencana pembongka ran kios darurat yang telah dilakukan IPPKL. padang ekspres
Kemarin, pembongkaran terus dilakukan. Karenanya, ratusan pedagang Pasar Inpres I kembali mendatangi DPRD Padang. Mereka mempertanyakan dasar pembongkaran kios darurat yang telah dilakukan Pemko.
Pedagang juga mempertanyakan legalitas hibah yang diberikan Pemko kepada Ketua Ikatan Pedagang Kecil Kaki Lima (IPKKL) Elina Yanti. Surat hibah bernomor 01/ BAH/ DPKA/2011 dikeluarkan 24 Juni 2011 itu, ditandatangani Wakil Wali Kota Mahyeldi Ansharullah. Pedagang merasa surat pembongkaran itu menzalimi mereka.
“Kami tak terima kios darurat yang kami tempati dibongkar begitu saja. Sudahlah tak pernah dibicarakan, pembongkaran dilakukan malam hari. Siapa yang bertanggung jawab terhadap aset kami di dalam kios darurat tersebut?” ucap Eligani, seorang pedagang, kepada Padang Ekspres, kemarin (30/6).
Padahal, kesepakatan Pemko dan pedagang Pasar Inpres I telah ada. Pedagang bersedia pindah setelah Pemko menyediakan kios untuk pedagang di lantai I Pasar Inpres I. Sebelum direalisasikan, Pemko telah memerintahkan istri oknum Dinas Pasar melakukan pembongkaran kios darurat. “Pemko mengingkari kesepakatan yang telah dibuat. Kami berdagang bukan untuk mencari kaya, tapi untuk menafkahi keluarga,” tukasnya.
Ketua Persatuan Pedagang Kios Darurat (PPKD) Zaidal juga menyayangkan sikap sepihak Pemko. Padahal, kebijakan pemerintah membongkar kios darurat berimbas langsung terhadap pedagang kios darurat. “Yang tidak saya mengerti, kenapa hibah pembongkaran bangunan Inpres diberikan pada IPKKL. Kami yang PPKD ini, dianggap apa?” ujarnya heran.
Dia juga mempertanyakan penempatan pedagang yang akan dilakukan Pemko. Soalnya, bangunan kios darurat di depan Matahari Store, Balai Kota dan depan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Imam Bonjol sudah ada pemiliknya. Pemko hanya fokus untuk pedagang Pasar Inpres I.
Sementara yang menempati bangunan kios darurat di Jalan Pasar Raya dan Pasarbaru tidak hanya pedagang Inpres I, namun juga Inpres II dan III. “Bagaimana dengan pedagang Inpres II, III dan IV yang berjualan di kios darurat? Sudahkah Pemko memikirkan nasib mereka? Coba, m
au ditempatkan di mana pedagang itu? Sementara, saat ini praktik jual beli dan sewa kios darurat telah dilakukan oknum Dinas Pasar,” keluhnya.
Ketua Komisi II DPRD Padang Surya Jufri Bitel baru mengetahui surat hibah yang diberikan Pemko ke ketua IPPKL. “Kami baru tahu dan baca suratnya. Ini akan kami bahas dulu diinternal Komisi II. Kami memang mengharapkan persoalan Pasar Raya dapat segera diselesaikan, tapi tidak dengan cara seperti ini,” tegasnya.
Pengamat Hukum Administrasi Negara Yuslim menuturkan dalam aturan hukum hibah adalah pengalihan barang milik daerah kepada pemerintah pusat, atau antar pemerintah daerah, atau kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian. Untuk pemindahan aset daerah tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan DPRD dan dihadapan notaris. Sepanjang hal itu, tidak terjadi pemberian hibah yang diberikan tidak dapat disebut sebagai hibah.
“Pemberian hibah dapat saja diberikan oleh pemerintah pada pihak lain namun dengan catatan persyaratan yang tadi dipenuhi oleh pemerintah. Tak bisa pemerintah memberikan hibah begitu saja pada pihak lain tanpa mengikuti aturan yang ada. Kalau dengan pemberian hibah yang diberikan pemerintah kepada IPPKL menurut saya tidak memenuhi ketentuan hibat menurut aturan hukum yang ada,” ucapnya.
Bantah Melanggar
Kepala Dinas Pasar Asnel tak menampik adanya surat hibah tersebut. Menurutnya, surat hibah yang diberikan Pemko tersebut sudah sesuai aturan. Keputusan pembongkaran kios darurat diambil Pemko setelah adanya rekomendasi dari Tim Penyelesaian Masalah dan Percepatan Pembangunan Pasar. Kala itu, katanya, ada tiga opsi; dibongkar, dihibahkan atau dilelang. Dari tiga alternatif tersebut, skenario hibah yang memiliki risiko dan biaya relatif murah.
“Harus diakui, pedagang yang menempati kios darurat saat ini bukan lagi orang yang berhak. Sebab, banyak bangunan kios darurat itu tidak ditempati lagi pedagang yang memiliki legalitas yang sah. Bangunan kios darurat itu banyak disewakan ke pihak ketiga. Tentu kami tak bisa mengakomodir mereka terus. Sementara bangunan Inpres I akan segera difungsikan. Tentu saja pembongkaran kios harus segera dilakukan untuk mempermudah akses masuk,” ujarnya.
Selain alasan untuk memudahkan akses masuk saat pengoperasian Inpres I, alasan lainnya pembongkaran kios darurat adalah untuk memudahkan akses pembongkaran bangunan Inpres II, III dan IV yang telah dinilai tak layak oleh tim forensik. Atas dasar itu juga pemko mempercepat proses pembangunan kembali bangunan Inpres II, III dan IV.
“Kalau kita tak cepat, dana sebesar Rp 64,5 miliar itu akan kembali ke pusat. Makanya, kami harus mempercepat proses pembangunan kembali Pasar Inpres. Kami sadar keputusan yang kami lakukan tidak akan dapat mengakomodir semua pihak. Kami telah lakukan sosialisasi dengan pedagang berulangkali dan tim pun telah melakukannya. Kami sudah lewati proses yang ada sebelum mengambil kebijakan ini,” katanya.
Asnel menyebutkan, dari 1.100 kios yang telah dibangun, sebanyak 899 kios yang dibongkar. Dari proses pembongkaran kios darurat yang dilakukan IPPKL, Pemko tidak mendapatkan uang sepeser pun dari barang-barang yang telah dibongkar tersebut. Hasil dari pembongkaran kios darurat sepenuhnya milik IPPKL. “Bangunan kios darurat yang dibangun dengan nilai Rp2,3 miliar lalu sudah tak ada nilainya. Makanya kami hibahkan aset itu pada IPPKL,” tuturnya.
Soal, siapa yang bertanggung jawab terhadap keamanan aset pedagang dengan pembongkaran kios darurat, Asnel hanya menjawab pembongkaran kios darurat harus dilakukan karena prinsipnya pembangunan kios darurat hanya penampungan sementara. “Kios darurat harus di bongkar karena itu kan jalan umum dan harus dikembalikan lagi sesuai fungsinya,” sebutnya.
“Sandera” Asnel
Dalam pertemuan pedagang, DPRD dan Pemko, pedagang sempat naik pitam dengan pernyataan Kadis Pasar Asnel. Pedagang menilai, Asnel telah menzalimi mereka. Usai rapat dengan DPRD, pedagang “menyandera” Asnel.
Tak hanya itu, pedagang juga menggiring Asnel ke Pasar Raya untuk menyaksikan pembongkaran kios darurat yang telah dilakukan oleh IPPKL. Asnel tak bisa berbuat banyak dengan reaksi pedagang yang menolak rencana pembongka ran kios darurat yang telah dilakukan IPPKL. padang ekspres