Padang, Faceminang.com - Azhar Latif Menangis. Akui DR untuk TNI/Polri, DPRD dan Wartawan. Azhar Latif terpancing oleh pertanyaan JPU (Jaksa Penuntut Umum), Ideal.
Nada tinggi bermunculan dari mulut terdakwa kasus dugaan penyalahgunaan dana representatif pada PDAM Padang itu saat keterangannya dikonfrontasikan dengan pernyataan saksi, M Iqbal.
Selain itu, meski dialas dengan “penunjang kerja”, Azhar mengakui dananya memang mengalir ke wartawan dan TNI.
Dalam persidangan kemarin, Azhar sempat menitikkan air mata dan berucap, “Satu perak pun saya tidak pernah menggunakan dana representatif (DR) ini untuk kepentingan pribadi. DR yang saya gunakan, sesuai ketentuan.”
Mendapat jawaban seperti ini, JPU mengkonfrontir dengan kesaksian M Iqbal, mantan direktur umum PDAM Padang yang menjadi saksi pada persidangan sebelumnya.
“Beberapa waktu lalu, Iqbal, mantan dirum PDAM di persidangan mengaku tidak pernah menggunakan DR ini, dan dana ini hanya digunakan oleh dirut saja. Keterangan ini berbeda dengan yang terdakwa katakan saat ini,” tanya Ideal.
Pertanyaan itu membuat emosi terdakwa terpancing. Dengan nada tinggi, terdakwa menuding Iqbal berbohong. “Pak Iqbal telah berbohong pada saat memberikan kesaksian tersebut. Dia juga pernah menggunakan dana representatif ini. Pokoknya, ketiga direksi menggunakan DR,” tukasnya.
JPU kemudian menanyakan tentang penggunaan DR alias dana taktis oleh terdakwa selama kurun waktu 2005-2009, hingga bukti yang diserahkan oleh direksi sebagai pengguna DR pada saat pemeriksaan, baik internal maupun yang eksternal.
“Mengenai alat bukti yang kita berikan pada BPK/BPKP serta Satuan Pengawas Internal (SPI) hanya berupa kuitansi dan voucher saja, tidak ada yang lain,” tegasnya.
Mengenai penggunaan dana representatif untuk wartawan, anggota TNI/Polri, anggota DPRD dan lainnya, Azhar mengatakan, dana tersebut diberikan untuk penunjang kinerja PDAM. Seperti untuk wartawan, penggunaan dana representatif untuk pencitraan kinerja PDAM. Untuk TNI/Polri, penggunaan DR dipakai pascagempa 30 September 2009 lalu.
“Anggota TNI dan Polri ikut serta membantu PDAM untuk memperbaiki instalasi jaringan yang rusak. Pernyataan ini jelas langkah maju. Karena sidang sebelumnya, ke mana aliran dana PDAM ini jarang disinggung.
Mengenai laporan pertanggungjawaban (LPj) penggunaan dana representatif ini, terdakwa secara tegas mengatakan, hingga saat ini tidak ada petunjuk pelaksana (jutlak) dan petunjuk teknis (juknis) yang yang mengaturnya.
Terdakwa secara panjang lebar mengakui LPj penggunaan dana di PDAM sebagai perusahaan daerah (perusda), disampaikan kepada dewan pengawas. Selanjutnya dikirimkan kepada wali kota untuk disahkan. “Jika oleh wali kota, sebagai pemilik perusahaan daerah ini LPJ-nya sudah disahkan, maka kita (PDAM) sudah bisa dilepaskan dari segala tanggung jawab yang mengikat,” ungkapnya.
Oleh majelis hakim yang diketuai Sapta Diharja dan beranggotakan Kamijon dan Yoserizal, sidang kemudian ditunda hingga satu minggu dengan agenda tuntutan. padang-today
Nada tinggi bermunculan dari mulut terdakwa kasus dugaan penyalahgunaan dana representatif pada PDAM Padang itu saat keterangannya dikonfrontasikan dengan pernyataan saksi, M Iqbal.
Selain itu, meski dialas dengan “penunjang kerja”, Azhar mengakui dananya memang mengalir ke wartawan dan TNI.
Dalam persidangan kemarin, Azhar sempat menitikkan air mata dan berucap, “Satu perak pun saya tidak pernah menggunakan dana representatif (DR) ini untuk kepentingan pribadi. DR yang saya gunakan, sesuai ketentuan.”
Mendapat jawaban seperti ini, JPU mengkonfrontir dengan kesaksian M Iqbal, mantan direktur umum PDAM Padang yang menjadi saksi pada persidangan sebelumnya.
“Beberapa waktu lalu, Iqbal, mantan dirum PDAM di persidangan mengaku tidak pernah menggunakan DR ini, dan dana ini hanya digunakan oleh dirut saja. Keterangan ini berbeda dengan yang terdakwa katakan saat ini,” tanya Ideal.
Pertanyaan itu membuat emosi terdakwa terpancing. Dengan nada tinggi, terdakwa menuding Iqbal berbohong. “Pak Iqbal telah berbohong pada saat memberikan kesaksian tersebut. Dia juga pernah menggunakan dana representatif ini. Pokoknya, ketiga direksi menggunakan DR,” tukasnya.
JPU kemudian menanyakan tentang penggunaan DR alias dana taktis oleh terdakwa selama kurun waktu 2005-2009, hingga bukti yang diserahkan oleh direksi sebagai pengguna DR pada saat pemeriksaan, baik internal maupun yang eksternal.
“Mengenai alat bukti yang kita berikan pada BPK/BPKP serta Satuan Pengawas Internal (SPI) hanya berupa kuitansi dan voucher saja, tidak ada yang lain,” tegasnya.
Mengenai penggunaan dana representatif untuk wartawan, anggota TNI/Polri, anggota DPRD dan lainnya, Azhar mengatakan, dana tersebut diberikan untuk penunjang kinerja PDAM. Seperti untuk wartawan, penggunaan dana representatif untuk pencitraan kinerja PDAM. Untuk TNI/Polri, penggunaan DR dipakai pascagempa 30 September 2009 lalu.
“Anggota TNI dan Polri ikut serta membantu PDAM untuk memperbaiki instalasi jaringan yang rusak. Pernyataan ini jelas langkah maju. Karena sidang sebelumnya, ke mana aliran dana PDAM ini jarang disinggung.
Mengenai laporan pertanggungjawaban (LPj) penggunaan dana representatif ini, terdakwa secara tegas mengatakan, hingga saat ini tidak ada petunjuk pelaksana (jutlak) dan petunjuk teknis (juknis) yang yang mengaturnya.
Terdakwa secara panjang lebar mengakui LPj penggunaan dana di PDAM sebagai perusahaan daerah (perusda), disampaikan kepada dewan pengawas. Selanjutnya dikirimkan kepada wali kota untuk disahkan. “Jika oleh wali kota, sebagai pemilik perusahaan daerah ini LPJ-nya sudah disahkan, maka kita (PDAM) sudah bisa dilepaskan dari segala tanggung jawab yang mengikat,” ungkapnya.
Oleh majelis hakim yang diketuai Sapta Diharja dan beranggotakan Kamijon dan Yoserizal, sidang kemudian ditunda hingga satu minggu dengan agenda tuntutan. padang-today