
Jakarta, Faceminang.com - Tim internal Mabes Polri diterjunkan ke Nusa Tenggara Barat (NTB) guna menyelidiki penanganan pengunjuk rasa yang berujung bentrok dan menelan 2 warga tewas di Pelabuhan Sape, Bima, NTB, Sabtu (24/12/2011) kemarin.
Direncanakan, Minggu (25/12/2011) siang ini, tim dari Mabes Polri, yakni Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen (Pol) Sutarman, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen (Pol) Fajar Prihantoro, dan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Komjen (Pol) Imam Sudjarwo, mengikuti gelar perkara bersama Kapolda NTB Brigjen (Pol) Arif Wachyunadi di Mapolda NTB.
"Rencananya siang ini ditentukan dalam gelar perkara langsung dipimpin Kabareskrim. (Tim dari Mabes Polri) ada Kabareskrim, Kabaharkam dan Irwasum," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes (Pol) Boy Rafli Amar.
Menurut Boy, ada tidaknya pelanggaran prosedur polisi dalam penembakan massa pengunjuk rasa diselidiki Irwasum. "(Penembakan) sedang diselidiki oleh Irwasum, itu masih berproses. (Pemeriksaan polisi) belum ada," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, Sabtu (24/12/2011) kemarin, aksi anarki massa pecah setelah polisi melakukan pembubaran paksa terhadap massa pengunjuk rasa dari Front Reformasi Anti-Tambang (FRAT) yang menguasai satu-satunya jembatan penyeberangan ferry dari NTB ke NTT itu sejak 19 Desember 2011 lalu.
Sekitar 800 polisi melakukan pembubaran paksa massa pengunjuk rasa berjumlah 300 orang yang memblokir Pelabuhan Sape setelah negosiasi dari Bupati dan Kapolda berulang-ulang menemui jalan buntu.
Massa tetap menduduki pelabuhan sepanjang dua tuntutannya tak dipenuhi. Kedua tuntutan massa itu adalah permintaan pencabutan Surat Keputusan Bupati Bima Nomor 188 Tahun 2010 tentang ijin pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara (PT SMN) dan pembebasan AS, tersangka pembakaran kantor Camat Lambu yang terjadi pada 10 Maret 2011 dan telah diserahkan ke kejaksaan.
Dalam pembubaran paksa itu, polisi menangkap sekitar 47 warga dan sejumlah provokator. Polisi juga menyita 10 parang, 4 sabit, 1 tombak, 1 bom molotov, 2 botol berisi bensin, dan lain-lain
Sejauh ini, Polri baru mengakui ada 2 warga yang tewas ditembak polisi karena melakukan anarki dan perlawanan.
Secara terpisah, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Irjen (Pol) Saud Usman Nasution, menyatakan kesimpulan sementara, bahwa penembakan polisi di lapangan terhadap massa yang melakukan pemblokiran dan aksi anarki adalah sesuai Prosedur Tetap (Protap) Kapolri Nomor 1 Tahun 2010 tentang penanggulangan tindakan anarki massa.
Sebab, polisi di lapangan sebelumnya telah melepaskan beberapa kali tembakan peringatan dengan pelusur hampa. "Kami masih melihat ini sesuai prosedur," ujar Saud.
sumber : tribunnews