Jakarta, Faceminang.com - Jual iPad di Internet Dicokok Polisi. Dua alumnus ITB ditahan polisi karena menjual iPad tanpa manual bahasa Indonesia. Ilegal?
Entah mimpi apa yang dialami Randy Lester Samu dan Dian Yudha Negara. Niatnya memperoleh uang dari penjualan dua unit iPad melalui sebuah situs jual beli internet malah membuat keduanya mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta.
Kedua pemuda semula bertransaksi untuk jual beli 2 unit iPad, masing-masing seharga Rp6,6 juta untuk iPad 16 gigabyte (GB), dan Rp8,5 juta untuk iPad 64 GB. Tiba-tiba mereka ditahan karena dinilai melanggar Pasal 8 ayat 1 huruf J Undang-undang No. 8/1999 mengenai Perlindungan Konsumen dan Pasal 52 junto ayat 32 UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.
Proses penangkapan kedua pemuda ini juga mengejutkan, terutama bagi keluarga mereka. Keduanya pun tak menyangka pemesan perangkat teknologi besutan Apple Inc. itu adalah polisi yang menyamar sebagai pembeli. Lebih jauh lagi, keduanya juga kaget, jika produk tanpa disertai buku panduan berbahasa Indonesia itu membawa mereka pada jerat hukum.
Menyamar
Kasus penangkapan ini bermula ketika seorang pembeli di situs forum jual beli Kaskus mengaku berminat untuk membeli iPad yang sebelumnya dijual Randy kepada Dian. Kesepakatan pun dibuat, Dian akan bertemu calon pembelinya itu di Plaza Citywalk, Jakarta, pada 24 November 2010 lalu.
Dalam pertemuan itu, pembeli yang menyembunyikan identitasnya sebagai polisi, tak hanya menyatakan minatnya membeli 2 buah iPad, namun juga bilang ingin memborong 8 buah sekaligus. Artinya masih ada 6 unit lagi yang harus disediakan.
"Dian menyatakan tak ada. Dia lalu menghubungi Randy, karena temannya itu masih memiliki beberapa stok lagi. Disepakatilah pembelian menjadi 8 buah iPad," ujar pengacara Dian dan Randy, Virza Roy Hizzal kepada VIVAnews.
Polisi lalu menanyakan apakah iPad itu dilengkapi buku manual dalam Bahasa Indonesia. Keduanya menyatakan tidak ada. Polisi langsung menciduk keduanya. Mereka digelandang ke Polda Metro Jaya dan 8 iPad itu ditahan sebagai barang bukti.
Mengingat kedua tersangka dianggap memiliki itikad dan bersikap kooperatif, polisi akhirnya hanya mengenakan status wajib lapor. Tapi hal itu tak berlangsung lama, karena saat berkas kedua pemuda tersebut dilimpahkan ke kejaksaan, aparat penegak hukum memutuskan menahan mereka terhitung mulai tanggal 3 Mei 2011.
Sidang tahap pertama terjadi pada Selasa, 28 Juni 2011 dengan agenda pembuktian saksi. Dalam sidang itu menghadirkan polisi yang menangkap Dian dan Randy. Sidang selanjutnya akan dilakukan pada 5 Juli 2011.
Kepala Divisi Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Pol Baharudin Jafar pun angkat bicara menjelaskan penangkapan kedua penjual iPad tersebut. Polda Metro Jaya menilai penyidikan kasus yang menimpa Dian dan Randy atas penjualan iPad, yang tidak memiliki manual bahasa Indonesia, sudah sesuai dengan prosedur berlaku.
"Tentu sudah sesuai dengan prosedur, karena sudah melalui dua tahap," ujar Baharudin kepada VIVAnews.
Kedua tahap tersebut, ungkap Baharudin, yakni proses penyidikan serta tahap penuntut umum. Dengan sudah masuknya kasus tersebut ke persidangan, Polda Metro Jaya menilai semua langkah yang dilakukan kepolisian sudah benar.
Polisi membantah tindakan yang dilakukannya adalah bentuk tebang-pilih dalam kasus penjualan barang melalui media elektronik. "Kalau memang tidak cukup bukti, tidak mungkin masuk ke persidangan," ujarnya.
Dalam kesempatan lain, Polda Metro Jaya menyatakan proses penyidikan kasus iPad ini sudah sejak lama digagas, tepatnya ketika peredaran iPad mulai booming sekitar tahun 2010. Kala itu, aparat kepolisian mencium adanya tindakan jual-beli iPad secara ilegal.
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pun kemudian berinisiatif mengungkap dan melihat bagaimana perdagangan iPad ilegal ini. Tujuannya, aparat kepolisian bisa mengungkap pihak-pihak yang mengimpor barang tak terdaftar, dan siapa pelaku yang melakukan perdagangan secara ilegal ini.
Namun, aparat kepolisian saat itu mengaku belum bisa berbuat banyak mengingat tak adanya kejelasan aturan mengenai penjualan iPad baik dari Ditjen Pos dan Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Kementerian Perdagangan.
"Oleh sebab itu, sebelum dilakukan penangkapan terhadap dua tersangka, polisi telah berkoordinasi dengan Dirjen Postel dan Kementerian Perdagangan," kata Baharuddin. Itu sebabnya, dia melanjutkan, polisi menangkap kedua tersangka pada 24 November 2010. "Tersangka satu yang mengantar, dan satu lagi pemilik toko di Citywalk".
Melindungi konsumen
Penangkapan itu, kata polisi, erat kaitannya dengan Pasal 8 ayat 1 huruf J, UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam aturan itu disebutkan "Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku".
Selain aturan perlindungan konsumen itu, juga ada peraturan yang wajib mencantumkan label produk dalam Bahasa Indonesia. Kebijakan ini terdapat dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 22/M-DAG/PER/5/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang.
Ketentuan Pasal 2 ayat 1 berbunyi: "Pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor barang untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini wajib mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia. Pelaku usaha yang mengimpor barang pada saat barang yang diimpor memasuki daerah pabean RI telah berlabel dalam Bahasa Indonesia".
Kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia berlaku sejak 1 Oktober 2010, bagi semua produk impor non-pangan dan non-obat.
Hanya iseng
Tudingan bahwa Randy dan Dian memperjualbelikan barang selundupan dibantah oleh pengacara mereka, Virza Roy Hizzal. Virza mengatakan kliennya adalah orang yang berkecukupan dan mapan. Tindakannya melakukan jual beli iPad melalui situs internet sekadar bentuk keisengan belaka. "Randy punya pekerjaan jelas. Bukan jual beli barang selundupan," kata Virza.
Randy dan Dian diketahui sama-sama alumnus jurusan teknik perminyakan Institut Teknik Bandung (ITB). Dian adalah angkatan 1988 sementara Randy angkatan 2001.
Dari keterangan di jejaring sosial LinkedIn, Dian sempat menjadi pengajar di PIKSI ITB, menjadi MIS Manager di BPPN, dan terakhir menjadi Direktur di PT Aryajaya Formasi, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informatika.
Sementara Randy, adalah seorang engineer di perusahaan minyak asal Inggris, British Petroleum (BP). Randy bekerja di BP sejak ia lulus dari ITB sekitar empat tahun lalu. Menurut keterangan yang dihimpun dari orang yang mengenal Randy, ia memang kerap pergi ke luar negeri bersama keluarganya, saat musim liburan.
Tidak hanya pengacara yang memprotes penangkapan Randy dan Dian. Kekecewaan yang sama dirasakan oleh istri Dian, Galih Nell yang mengaku kecewa dengan penyamaran polisi ketika hendak menangkap suaminya. Ia juga kecewa karena selama ini tak ada sosialisasi tentang undang-undang penjualan iPad tanpa buku panduan berbahasa Indonesia. Selain itu, menurutnya, dakwaan yang ada tak berdasar.
“Kalau misalnya ada sosialisasi sebelumnya, kan saya juga akan berpikir. Kalau jual iPad tanpa buku petunjuk berbahasa Indonesia memang nggak boleh, tentunya saya tak melakukan. Tapi ini tidak ada sosialisasi sebelumnya, ataupun kalau ada sosialisasi juga tidak sampai ke telinga awam,” ujar perempuan 31 tahun ini di Rutan Salemba, Jakarta Pusat.
Tapi, di luar kekecewaan keluarga maupun pengacara tersangka, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) justru sebaliknya. Lembaga ini menilai penanganan polisi atas kasus Dian dan Randy sudah tepat. Langkah itu bisa menjadi peringatan bagi masyarakat yang ingin berdagang.
Aalasannya, kedua orang itu menjual iPad tanpa buku manual berbahasa Indonesia. Mereka dinilai melanggar pasal 8 ayat 1 huruf J Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. "Iya, sudah tepat. Ini menjadi peringatan bagi para pedagang," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo saat berbincang dengan VIVAnews.
Menurut Sudaryatmo, keduanya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. "Intinya, yang memperdagangkan yang dimintai pertanggungjawaban. Karena harus sesuai dengan undang-undang konsumen," ujarnya.
Meski begitu, Sudaryatmo menambahkan, pemerintah dan penegak hukum tak pandang bulu dalam menindak tegas pelanggaran yang berpotensi merugikan konsumen. "Di pasaran banyak barang-barang ilegal, dan merugikan konsumen," dia menegaskan. Masalahnya, mengapa polisi hanya menyasar Randy dan Dian? vivanews
Entah mimpi apa yang dialami Randy Lester Samu dan Dian Yudha Negara. Niatnya memperoleh uang dari penjualan dua unit iPad melalui sebuah situs jual beli internet malah membuat keduanya mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta.
Kedua pemuda semula bertransaksi untuk jual beli 2 unit iPad, masing-masing seharga Rp6,6 juta untuk iPad 16 gigabyte (GB), dan Rp8,5 juta untuk iPad 64 GB. Tiba-tiba mereka ditahan karena dinilai melanggar Pasal 8 ayat 1 huruf J Undang-undang No. 8/1999 mengenai Perlindungan Konsumen dan Pasal 52 junto ayat 32 UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.
Proses penangkapan kedua pemuda ini juga mengejutkan, terutama bagi keluarga mereka. Keduanya pun tak menyangka pemesan perangkat teknologi besutan Apple Inc. itu adalah polisi yang menyamar sebagai pembeli. Lebih jauh lagi, keduanya juga kaget, jika produk tanpa disertai buku panduan berbahasa Indonesia itu membawa mereka pada jerat hukum.
Menyamar
Kasus penangkapan ini bermula ketika seorang pembeli di situs forum jual beli Kaskus mengaku berminat untuk membeli iPad yang sebelumnya dijual Randy kepada Dian. Kesepakatan pun dibuat, Dian akan bertemu calon pembelinya itu di Plaza Citywalk, Jakarta, pada 24 November 2010 lalu.
Dalam pertemuan itu, pembeli yang menyembunyikan identitasnya sebagai polisi, tak hanya menyatakan minatnya membeli 2 buah iPad, namun juga bilang ingin memborong 8 buah sekaligus. Artinya masih ada 6 unit lagi yang harus disediakan.
"Dian menyatakan tak ada. Dia lalu menghubungi Randy, karena temannya itu masih memiliki beberapa stok lagi. Disepakatilah pembelian menjadi 8 buah iPad," ujar pengacara Dian dan Randy, Virza Roy Hizzal kepada VIVAnews.
Polisi lalu menanyakan apakah iPad itu dilengkapi buku manual dalam Bahasa Indonesia. Keduanya menyatakan tidak ada. Polisi langsung menciduk keduanya. Mereka digelandang ke Polda Metro Jaya dan 8 iPad itu ditahan sebagai barang bukti.
Mengingat kedua tersangka dianggap memiliki itikad dan bersikap kooperatif, polisi akhirnya hanya mengenakan status wajib lapor. Tapi hal itu tak berlangsung lama, karena saat berkas kedua pemuda tersebut dilimpahkan ke kejaksaan, aparat penegak hukum memutuskan menahan mereka terhitung mulai tanggal 3 Mei 2011.
Sidang tahap pertama terjadi pada Selasa, 28 Juni 2011 dengan agenda pembuktian saksi. Dalam sidang itu menghadirkan polisi yang menangkap Dian dan Randy. Sidang selanjutnya akan dilakukan pada 5 Juli 2011.
Kepala Divisi Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Pol Baharudin Jafar pun angkat bicara menjelaskan penangkapan kedua penjual iPad tersebut. Polda Metro Jaya menilai penyidikan kasus yang menimpa Dian dan Randy atas penjualan iPad, yang tidak memiliki manual bahasa Indonesia, sudah sesuai dengan prosedur berlaku.
"Tentu sudah sesuai dengan prosedur, karena sudah melalui dua tahap," ujar Baharudin kepada VIVAnews.
Kedua tahap tersebut, ungkap Baharudin, yakni proses penyidikan serta tahap penuntut umum. Dengan sudah masuknya kasus tersebut ke persidangan, Polda Metro Jaya menilai semua langkah yang dilakukan kepolisian sudah benar.
Polisi membantah tindakan yang dilakukannya adalah bentuk tebang-pilih dalam kasus penjualan barang melalui media elektronik. "Kalau memang tidak cukup bukti, tidak mungkin masuk ke persidangan," ujarnya.
Dalam kesempatan lain, Polda Metro Jaya menyatakan proses penyidikan kasus iPad ini sudah sejak lama digagas, tepatnya ketika peredaran iPad mulai booming sekitar tahun 2010. Kala itu, aparat kepolisian mencium adanya tindakan jual-beli iPad secara ilegal.
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pun kemudian berinisiatif mengungkap dan melihat bagaimana perdagangan iPad ilegal ini. Tujuannya, aparat kepolisian bisa mengungkap pihak-pihak yang mengimpor barang tak terdaftar, dan siapa pelaku yang melakukan perdagangan secara ilegal ini.
Namun, aparat kepolisian saat itu mengaku belum bisa berbuat banyak mengingat tak adanya kejelasan aturan mengenai penjualan iPad baik dari Ditjen Pos dan Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Kementerian Perdagangan.
"Oleh sebab itu, sebelum dilakukan penangkapan terhadap dua tersangka, polisi telah berkoordinasi dengan Dirjen Postel dan Kementerian Perdagangan," kata Baharuddin. Itu sebabnya, dia melanjutkan, polisi menangkap kedua tersangka pada 24 November 2010. "Tersangka satu yang mengantar, dan satu lagi pemilik toko di Citywalk".
Melindungi konsumen
Penangkapan itu, kata polisi, erat kaitannya dengan Pasal 8 ayat 1 huruf J, UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam aturan itu disebutkan "Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku".
Selain aturan perlindungan konsumen itu, juga ada peraturan yang wajib mencantumkan label produk dalam Bahasa Indonesia. Kebijakan ini terdapat dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 22/M-DAG/PER/5/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang.
Ketentuan Pasal 2 ayat 1 berbunyi: "Pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor barang untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini wajib mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia. Pelaku usaha yang mengimpor barang pada saat barang yang diimpor memasuki daerah pabean RI telah berlabel dalam Bahasa Indonesia".
Kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia berlaku sejak 1 Oktober 2010, bagi semua produk impor non-pangan dan non-obat.
Hanya iseng
Tudingan bahwa Randy dan Dian memperjualbelikan barang selundupan dibantah oleh pengacara mereka, Virza Roy Hizzal. Virza mengatakan kliennya adalah orang yang berkecukupan dan mapan. Tindakannya melakukan jual beli iPad melalui situs internet sekadar bentuk keisengan belaka. "Randy punya pekerjaan jelas. Bukan jual beli barang selundupan," kata Virza.
Randy dan Dian diketahui sama-sama alumnus jurusan teknik perminyakan Institut Teknik Bandung (ITB). Dian adalah angkatan 1988 sementara Randy angkatan 2001.
Dari keterangan di jejaring sosial LinkedIn, Dian sempat menjadi pengajar di PIKSI ITB, menjadi MIS Manager di BPPN, dan terakhir menjadi Direktur di PT Aryajaya Formasi, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informatika.
Sementara Randy, adalah seorang engineer di perusahaan minyak asal Inggris, British Petroleum (BP). Randy bekerja di BP sejak ia lulus dari ITB sekitar empat tahun lalu. Menurut keterangan yang dihimpun dari orang yang mengenal Randy, ia memang kerap pergi ke luar negeri bersama keluarganya, saat musim liburan.
Tidak hanya pengacara yang memprotes penangkapan Randy dan Dian. Kekecewaan yang sama dirasakan oleh istri Dian, Galih Nell yang mengaku kecewa dengan penyamaran polisi ketika hendak menangkap suaminya. Ia juga kecewa karena selama ini tak ada sosialisasi tentang undang-undang penjualan iPad tanpa buku panduan berbahasa Indonesia. Selain itu, menurutnya, dakwaan yang ada tak berdasar.
“Kalau misalnya ada sosialisasi sebelumnya, kan saya juga akan berpikir. Kalau jual iPad tanpa buku petunjuk berbahasa Indonesia memang nggak boleh, tentunya saya tak melakukan. Tapi ini tidak ada sosialisasi sebelumnya, ataupun kalau ada sosialisasi juga tidak sampai ke telinga awam,” ujar perempuan 31 tahun ini di Rutan Salemba, Jakarta Pusat.
Tapi, di luar kekecewaan keluarga maupun pengacara tersangka, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) justru sebaliknya. Lembaga ini menilai penanganan polisi atas kasus Dian dan Randy sudah tepat. Langkah itu bisa menjadi peringatan bagi masyarakat yang ingin berdagang.
Aalasannya, kedua orang itu menjual iPad tanpa buku manual berbahasa Indonesia. Mereka dinilai melanggar pasal 8 ayat 1 huruf J Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. "Iya, sudah tepat. Ini menjadi peringatan bagi para pedagang," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo saat berbincang dengan VIVAnews.
Menurut Sudaryatmo, keduanya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. "Intinya, yang memperdagangkan yang dimintai pertanggungjawaban. Karena harus sesuai dengan undang-undang konsumen," ujarnya.
Meski begitu, Sudaryatmo menambahkan, pemerintah dan penegak hukum tak pandang bulu dalam menindak tegas pelanggaran yang berpotensi merugikan konsumen. "Di pasaran banyak barang-barang ilegal, dan merugikan konsumen," dia menegaskan. Masalahnya, mengapa polisi hanya menyasar Randy dan Dian? vivanews