Sijunjung, Faceminang.com - Dalam dua tahun belakangan, tambang emas menjadi persoalan yang paling fenomenal di Kabupaten Sijunjung. Mulai dari persoalan perizinan, penambang meninggal, konflik antara warga dengan pemerintah daerah, hingga demo besar-besaran warga ke DPRD. Tidak tanggung-tanggung, masalah ini melibatkan berbagai pihak.
Tambang emas di kabupaten yang memiliki luas wilayah 3.130,40 kilometer dan dengan jumlah penduduk 209.335 ini sebenarnya sudah dimulai sejak lama. Sebelum menggunakan peralatan berat dan kapal bermesin dompeng, dulu warga hanya menambang dengan menggaruk pasir demi pasir di dasar sungai menggunakan dulang kayu sederhana.
Tapi sejak munculnya dompeng dan alat berat lainnya, persolan mulai muncul. Tanah yang tidak direklamasi, air sungai yang berubah warna, dan perebutan wilayah tambang, menjadi sorotan bagi pemerintah daerah dan pihak kepolisian.
Berbagai sosialisasi pun dilakukan hingga ke daerah-daerah pedalaman di Sijunjung. Warga diberikan pengertian tentang pentingnya menjaga alam dan lingkungan. Namun apa hendak dikata, emas sudah menjadi mata pencarian utama bagi masyarakat kebanyakan. Pemerintah daerah kewalahan, dan mencoba lebih gencar mengumumkan kalau tambang emas termasuk pelanggaran hukum, karena tidak memiliki perizinan. Dengan bantuan Polres Sijunjung, pemda mulai melakukan razia, turun ke lapangan. Ada beberapa orang personil tambang yang ditangkap, aksi kejar-kejaran pun terjadi, begitu pun mesin-mesin yang sangat banyak jumlahnya, diamankan.
Pada akhir mei lalu beberapa kali digelar razia besar-besaran. Akibatnya ratusan kapal pemburu emas tanpa izin dan tak bertuan pun tampak bersandar dan diikat di tepi sungai Batang Kuantan di daerah Batugando, Muaro Sijunjung. Lebih kurang 140 personel yang terdiri unsur Polri, TNI, unsur pemda Sijunjung, seperti Dinas Kehutanan, Lingkungan Hidup, Pol PP Dinas PU, Kesbang Linmas, Bagian Hukum, Dinas Pertambangan dan wartawan, bersama Kapolres Sijunjung AKBP Sumarto didampingi Dandim 0310, Letkol Inf. Basuki Harysubagyo dan Wabup Mukhlis Anwar, turun langsung ke lapangan.
“Waktu itu adalah launching-nya razia tambang emas ilegal di Kabupaten Sijunjung, dan setelah itu berkelanjutan, bukan untuk satu hari itu saja. Selanjutnya tidak pakai jadwal, razia dilakukan secara tiba-tiba, kami langsung turun ke lapangan. Dan untuk selanjutnya, kami telah tegaskan kepada masing-masing kapolsek, agar terus memantau kegiatan tambang emas ilegal ini. Sebab tidak ada lagi toleransi bagi siapapun, atau zero toleransi. Saya sudah sampaikan bertegas-tegas, kalau ada yang ingin coba-coba, silakan saja, nanti akan kita buktikan perkataan kami ini,” tegas AKBP Sumarto.
Merasa tidak puas dengan kebijakan pemda, ribuan masyarakat Sijunjung kemudian melakukan demo ke kantor DPRD Sijunjung. Ketika itu bertepatan pula pemda bersama DPRD sedang melakukan sidang paripurna, Rabu (15/6). Dalam orasi, mereka mengatakan merasa diadu domba dengan pihak kepolisian. Mereka menuntut, agar aktifitas tambang emas bisa berjalan seperti dulunya, tanpa ada tekanan dari pemda dan pihak kepolisian. Mereka juga meminta agar para rekan-rekan mereka yang ditangkap segera dibebaskan. Karena lamanya menunggu perundingan di dalam, masyarakat menjadi geram. Kantor DPRD dilempari. Ratusan batu melayang bebas di udara.
Bantuan pun didatangkan dari Polres Solok, Sawahlunto, Tanahdatar dan sebagainya. Amukan massa kian menjadi setelah Bupati Yuswir Arifin mengatakan peraturan tetap harus ditegakkan. Karena emosi warga kian menjadi, bupati bersama unsur Muspida terpaksa melarikan diri menuju belakang kantor DPRD. Warga semakin panas dan berusaha masuk. Beruntung bantuan segera datang. Warga pun mulai surut, dan mulai menghilang.
Terhadap kejadian tersebut, Bupati Sijunjung, Yuswir Arifin berharap, ke depan hendaknya masyarakat mulai sadar atas penyimpangan yang telah dilakukan selama ini. Karena, sudah dua tahun ini, masyarakat dibebaskan saja menambang. Padahal, di wilayah tetangga seperti Dhamasraya, Sawahlunto, dan Solok Selatan, pertambangan liar telah ditertibkan. Ia juga mengatakan, bagaimana pun tanpa kesadaran dari masyarakat sendiri, masalah ini akan masih terus berlanjut dan berkembang menjadi polemik yang tak berkesudahan nantinya.
Sesuai Perundangan Tambang No 24 tahun 2009. Di mana dalam undang-undang ini disebutkan bahwa untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Pertambangan Khusus (IUPK), salah satu persyaratannya adalah harus sudah melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Yuswir mengharapkan masyarakat bisa merujuk undang-undang yang dimaksud, tidak akan lagi melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan. “Hendaknya masyarakat mengerti, dan mulai mematuhi penertiban yang kami lakukan,” ungkap Yuswir. Meskipun demikian, ia menyadari pertambangan emas di Sijunjung dapat mendorong perekonomi rakyat. Namun, di balik itu, permasalahan pencemaran lingkungan, tentu juga akan berimbas kepada masyarakat sendiri.
“Kami sadar, sejak adanya pertambangan emas dengan menggunakan alat canggih berupa alat berat di wilayah ini, berdampak besar pada perekonomian masyarakat. Dapat kita lihat pesatnya pembangunan rumah permanen dan penambahan kendaraan roda empat di daerah kita ini sangat berkembang pesat. Namun di balik itu, sawah, ladang, serta sungai yang kita jaga selama ini menjadi hilang dan tercemar. Padahal, masalah itu hendaknya menjadi prioritas bagi semua. Karena ini juga demi kelangsungan hidup anak cucu dan generasi kita selanjutnya,” imbuh mantan wakil bupati Sijunjung ini.
Sebagai solusi, Pemkab Sijunjung bersama Muspida membuat Peraturan Daerah (Perda) tambang. Kemudian masyarakat diberikan kesempatan untuk mengurus perizinan sesuai dengan prosedur, dan syarat yang telah ditentukan. Bagi yang belum memenuhi persyaratan, Yuswir meminta pertambangan ditangguhkan sementara dulu.
“Kerugian yang diakibatkan penambangan liar akan dirasakan oleh masyarakat sendiri. Walaupun perekonomian sebagian masyarakat menjadi lebih baik, namun itu bukanlah masyarakat kelas menengah ke bawah. Melainkan yang memiliki modal untuk menambang dengan menggunakan alat berat. Sementara, hutan lindung dan lingkungan hidup menjadi korban karena tidak adanya reklamasi tanah kembali,” tutur Yuswir.
Selanjutnya, pertambangan emas di berbagai daerah sudah tampak mulai berhenti. Walau ketika unjuk rasa masyarakat pernah mengatakan akan tetap melakukan aktifitas tambang. Di Silokek misalnya.
Tidak ada mesin dompeng yang hidup, dan kapal-kapal ditutupi dengan terpal. Bahkan ada juga kapal yang sudah terjungkir dan tampak tak dipakai lagi oleh masyarakat. Begitu pun di daerah Palangki dan sekitarnya, tak terlihat aktivitas tambang yang dilakukan masyarakat.
Beberapa warga yang sempat diwawancarai Padang Ekspres mengaku, untuk sementara mereka menghentikan aktivitas tambang. Karena tidak ingin peralatannya dirazia pihak keamanan. Walau pun mereka kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga setiap hari.
Sejak saat itu, keadaan mulai membaik. Masyarakat penambang emas sudah mulai mengurus perizinan tambang emas mereka. Lokasi tambang pun sudah tampak teratur, tanpa merusak lingkungan.
Kendati begitu, aktifitas tambang emas masih tetap memberi efek negatif bagi para pekerjanya. Setidaknya, jumlah angka kematian yang terus bertambah setiap waktunya. Terutama bagi pekerja tambang yang berposisi sebagai penyelam, dan penggaruk tanah atau pasir di dasar sungai. Walau telah banyak memakan korban jiwa, bukan menjadi efek jera bagi mereka. Karena kilauan emas terus menjanjikan kekayaan di hadapan mata. padang ekspres